catatan untuk dimas irham

Yang paling aku sendiri gak mengerti adalah peristiwa ini. Sabtu malam Minggu 12 Agustus 2023. Hari ini kami makan bubur lalu dia mengantarku pulang. 

Jadi begini ceritanya, aku tulis persis seperti yang ada di sisa-sisa ingatanku ✌

Dia mengantarku pulang, ntah mungkin dia akan mengantarku sampai Manggarai. Aku memegang ujung jaketnya dan sedikit bermain cetik-cetik. Kami melewati Dekoruma, lalu Beer Garden “Kamu tau sate padang” tanyanya. “Tau, sate padang kalau makannya di Padang enak banget. Semua makanan di Padang dan Bukittinggi enak semua” kataku. “Kamu pernah ke Padang?” balasnya. “Pernah, jadi apa sate Padang enak kmu pernah makan?” balasku. “Iya enak kan” dia menjawab.

Aku : Kalau Beer Garden apa?

Dia : Beer hmmm ya beer kalau garden ya garden 

Kami melewati sekolahan

Aku: Itu SMA mu?

Dia : Bukannnn itu bukan SMA

Aku liat lagiiii ternyata memang bukan SMA tapi semacam bazar yang lagi dilakukan anak SMA. Kami melewati sebuah SMP.

Dia: Ini SMP ku

Aku: Ohhh trus kamu kesininya naik apa?

Dia: Duluu dianter

Aku membayangkan dia SMP dianter ke sekolah (apa dia pernah jadi anak kecil, apa tubuhnya pernah kecil???, lalu dia dianter di gonceng Bapaknya kah seperti anak-anak SMP yang sering aku liat) lalu ingatanku kembali ke SMP yang harus jalan kaki 3 km melewati kebun-kebun seram. Ahh tapi pas dia SMP aku sudah SMA , tapi kenapa aku selalu merasa seperti anak-anak kalau di dekatnya. 

Lalu di lampu merah dia menarik tanganku agar memeluk pinggangnya. Aku pun memeluknya dengan kedua tanganku. Kami berhenti di lampu merah lalu dia mengusap-ngusap buku-buku jariku dengan tangannya, aku pun balik mengusap-ngusap jari-jarinya. “HP-mu masukin aja” katanya. “Ohh okay” aku pun memasukkan HP-ku ke tasku. Aku memeluk pinggangnya lagi.

Lalu kami melalui banyak jalanan Jakarta yang panjang aku gatau jalan apa aku buta arah, selebihnya aku juga tidak peduli. Aku menopangkan daguku ke lehernya. Sisanya aku merasa disayangi. Ahh entahlah aku memang naif. Tapi sumpah saya sangat bahagia di momen ini.

Aku memperhatikan jalanan “Cipete”

Lalu lagu Hindia mengalun ditelingakuu “melewati Cipete yang sepi, walau minim yang dikunjungi la la laa” entah gatau apa lirik selanjutnya tapi judul lagunya “Tinggalkan Di Sini” lagu lebaran di masa pandemi.

Kami saling mengusap tangan masing-masing, dan dadaku terus berdesir-desir setiap dia melakukannya lalu dia menyentuh tanganku lalu aku balik menyentuhnya. Melewati Pancoran atau Pasar Minggu? Entahlah. Aku cuma tahu jalanan Jakarta, desiran angin, malam, dan lampu-lampu.

Dia menggengam tanganku, aku juga balas menggengamnya. “Kayaknya posisinya salah” bisikku. Kamipun membenarkan genggaman kami. Dia mengangkat tanganku lalu mengecupnya dengan bibirnya. Arghhhhh. Apa ini.

Rasanya jantungku berhenti dan darahku berdesir-desir. Ahh sial. Aku bukan remaja pikirku.

Dia: Kenapa jaketmu gak dipakai?

Aku: Ohh aku dah pakai hitech nihh jadi anget (aku menunjukkan tanganku)

Dia: Terus kenapa kamu bawaaa jaketttt

Aku: Ohh nanti kalau di kereta mau aku pakai

Aku ingat setaun yang lalu kami bertemu dan aku kadang masih gak percaya kenapa kami bisa sedekat ini. Dia menarik kedua tanganku dan menaruhnya di dada kanannya. Entah apa maksudnya. Aku mencoba merasakan detak jantungnya. Tapi yang terdengar di telingaku adalah detak jantungku sendiri yang kacau.

Sisanya kami melewati jalan entah jalan apa. Aku seperti terlalu bahagia mungkin kayak gini kali ya orang kalau pakai narkoba. Atau kalau kata Sadhguru, manusia yang terlalu bahagia akan mengalami ekstase. Gatau sih aku kan ga pernah narkoba. Kalau minum aku tau mungkin semacam perasaan kalau kita lagi mabuk. Ngak aku bukan peminum, tapi pernah. 

Aku pusing

Akhirnya dia berhenti di stasiun, Lenteng Agung

“Kalau dari sini udah deket” suaranya lirih

“Ohh oke” akupun turun dari motornya masih pusing

“Kesini duluuu” katanya

“Apa?” aku mendekat ke dia

Tiba-tiba dia mencium bibirku sekilas, hah aku langsung menarik diri karena ada orang disekitar situ

“Hehh ada bapak-bapak” aku kaget, ada bapak-bapak yang memandangi kami di balik pagar stasiun 👴👀👄

Lalu aku memegang pipinya dan mencubitnya sedikit 💖💖💖

Dia tersenyummm

“Daaa makasih yaaa” kataku

“Ehhh ini lewat manaa” aku menoleh lagi ke arahnya bingung hahaaaa

“Nyebrang duluuu” tukasnya

Aku pun naek tangga

Di jembatan penyebrangan aku melihat jalannn lagi, dan dia masih di bawah sana di atas motor memandangiku

Akupun berhenti, melambaikan tanganku padanya

Dia memandangiku dan memberi isyarat pakai tangannya sana sana “udah jalan aja terus” 

Aku melambai sekali lagi

Aku meneruskan jalanku ke peron lalu naek kereta

Aku pusing dadaku berdesir campuran perasaan yang aku sendiri gak tau apa maknanya

 

Dan sekarang aku tambah gatau

Aku gatau apa itu pertemuan terakhir kami?

Tapi sepertinya begitu

Kalau aku tau itu yang terakhir aku akan berlari turun lagi dari jembatan kearahnya

Tapi manusia mana tau apa yang akan terjadi di masadepan

Bahkan suasana hatinya yang berubah-ubah itu aku seringnya cuma bisa merenunginya


Tapi hai aku juga bisa menulis

Jadi momen sederhana inipun akan tetap abadi

Selamanya


(Ya meski blog ku sangat pribadi dan hanya beberapa sahabatku yang tau tulisan-tulisanku)

 

 kris, do you ever wonder where you took the wrong turn?

where your life became the exact opposite?

of what you wanted to be?

Aku berjanji sama Allah walau aku bukan hamba yang baik apapun takdir-Nya akan saya terima

Meski sungguh kata-katanya di chat hari ini sangat menyakitiku

Kenapa kamu bisa mengatakan hal-hal seperti itu kepadaku?

Depok, 17 Agustus 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Tribute to Diah Murti

memandang diri sendiri sebagai makhluk hidup